Jumat, 30 September 2016

Sambungan sore (2)



Cakap, Hai malam. Itukah sore yang masih sempat menghilang hingga kini sore belum tampak. Apakah dia lupa bahwa begitu banyak andil yang tidak terlaksana jikalau sore pergi. Malam, seandainya sore mendengarkan apa itu dirimu, sore akan mengerti tak ada yang menggantikan malam walaupun sejenak akan menghilang. Arahmu dan arahnya berbeda, malam, dan kali ini tak begitu saja sore akan mendapat kabar. Bagaimana langkahnya, hadirnya dan arti dirinya bagimu malam? Malam, sejauh apapun sore melangkah ia tak akan lepas dari hari, dia kan selalu bersembunyi di hari. Coba saja malam, coba letakkan sore di sudut panorama semesta, ia akan datang kembali kepadamu malam.
Tahukah cerita sore dan malam selalu bersembunyi di timbunan arus yang mati? Entah, malam dan sore masih mencoba untuk ditemukan atau biarkan mereka pergi dan tak pernah ada lagi, lalu kembali membuka lembaran usang itu bukan menambah daya simpanan hidup tetapi hanya tergerus arus waktu. " Tanyakan saja pada pagi" ,sahut sore dari balik hijabnya. "Bukankah pagi juga mengatakan hal yang sama denganmu sore, ia lelah bersembunyi darimu tetapi ia juga tak mampu bersembunyi", timpal malam.
Saat jingga yang dimaksudkan sore dan malam masih tak mampu menutup ikatan lintasan antara mereka tetapi cakrawala masih mampu bertahan menutupi kehidupan mereka dan menanti hingga ia mampu menguraikan serat jingga di hadapan malam. Pertanyaan muncul, apakah kealpaan lintasan menyanggupi untuk tak menampakkan diri saat keberadaanmu sore hilang sejenak. Dengarkan semua ini, karena tak ada satupun yang ingin menghilang.
Sekarang derauan suara malam mulai menghilang di ujung cakrawala. Ia mulai bertanya, " bukankah derauan itu kuat menembus angkasa semesta, menuju lapisan lintasan terluar. Lalu apakah aneh jika ia mulai mengikuti fana? Apakah dengan lintasan itu juga menghalangi langkah menuju titik sudut cakrawala?". " Dengar kembali, mulai setiap langkah dengan pelita besar yang mampu menumbuhkan rintik-rintik jingga", pesan cakrawala. Tak kunjung usai pertanyaan itu setiap kali malam menebak sore. Ia juga tak pernah sampai untuk berdiri menatap angan belaka di cakrabuana. Hanya saja ia menebak, pernahkah melihat lukisan serat jingga di cakra semesta, di penjuru yang belum tersampaikan kepada sore. Diam, ia lalu pergi.
Cerita ini belum usai dengan melihat ruang yang tak pernah bisa menghindar dari siapapun, hanya sore saja yang tak ingin menampakkan diri. Lalu, bagaimana dengan hari yang mengatur keberlangsungan arus waktu yang tertimbun? Ya Hari selalu saja ingat, ia akan tetap mendengarkan semuanya dan mencoba seperti semesta di penjuru titik sudut cakrawala.


-Bandung, 26 Oktober 2015, sedikit revisi 30 September 2016, Intan Sari-13613066, cerita putus sambung sore-




Serendipity

   Before the moonshine came out to announce the day will be clear with shining stars, the sun has been informed to the sky do not move thos...