Jumat, 31 Agustus 2018

Sambungan Sore (3)



Pagi lihatlah di ufuk sana
Pagi kembali menuangkan sejuk dan asa. Berkutat dengan udara manusa, menumbuhkan aroma warna. Pagi sudahkah kau berucap salam kepada malam? Cerita malam akan menggunung di ufuk. Malam di jagat raya kembali pada alam. Alam pun merangkul setiap lawatan senja dan tidak terlupa malam. Ia hanya duduk termenung memikirkan suara alam. Ah, bukankah begitu saja pagi. Ia hanya sampai menceritakan padamu, bukan pada sore. Malam bertanya. “ kemanakah langkah sore yang kutunggu? Apakah ia menghilang ke tepian rimba.
Lihat, di ufuk sana, sinar kan datang membawa kehangatan ditengah kebekuan malam. Hangatnya akan bercampur dengan sejuk. Apakah pagi bisa melihat kilatan cahaya di ufuk sana ? Ia hanya bisa mengguncang rimba malam. Sudahkah ia menyelesaikan misi di ufuk sana?. Tidak, Pagi terlalu cepat membawa diri, menghanyutkan semua kilatan cahaya di ufuk sana. Bagaimana dengan suaka yang sering diceritakan pagi, ia hanya menatap siang. Pagi, sudahkah kau bercerita kepada siang. Indahnya suaka warna memberikan pelita senyap kepada manusia.
Bukan, kini malam dan siang hanya saling menunggu di tepian rimba alam. Adakah malam dan siang akan bertemu perlahan di ufuk alam. Dengar, mereka hanya bisa memandang di ufuk, diam.
Pagi, dulu aku sering bertanya kepada sore tentang rimba alam. Apakah sejuk di ufuk sana? Pagi, mungkin kau akan melewati lintasan cahaya di tepian alam. Aku sering mempertanyakan dirimu Pagi, sudah lama aku tak bertegur sapa dengan sore. Sore, mungkinkah kau merindukan semua rasa?
Hujan akan menemani alam bermain ria di ufuk. Bolehkah kita memanggil sunyi kembali kesini? Biarkan sunyi yang menemani setiap lawatan malam dan siang. Ah, mungkin hanya sebentar. Biarkan setiap detik mereka hilang di tengah keramaian alam. Dan lihat warna hujan menyinari sambutan pagi menuju siang.
Namun, bukankah ini terlalu jujur jika alam pun mengikuti kalian? Dan pagi menyerbu semuanya, membawa mereka kembali ke tepian alam.
Adakah Pagi masih mengingat Sore di ujung malam? Iya bahkan melihat awan bersama sore. Oh bukankah ini menyenangkan semuanya berkumpul di kehidupan alam. Iya, bahkan Alam pun mengajak rembulan yang diam untuk bercengkrama dengan Pagi dan Sore. Bolehkah awan menjemput Sore?
Sore, sudahkah kau mendengar nada-nada Alam kembali? Ia terdengar seperti gemericik air di tepian sungai yang menyambut setiap cahaya yang datang dari ufuk timur. Dentingan nad itu jatuh di setiap aliran air yang membawanya ke muara alam. Dengarkanlah setiap detik nyanyian Alam yang bergema di kehidupan Awan.
Dan sudahkan Sore kembali menyapa malam? Bukankah terlaluu banyak waktu di antara mereka untuk bertemu di setiap perhentian waktu? Tidak, Alam akan mempertemukan mereka kembali di bagian khatulistiwa dan membentangkan setiap warna di penghujung awan. Itu membuat Sore terlalu lama menunggu jika Sore tak beranjak dalam diamnya. Tidak. Sore? Dengarkanlah. Bukankah Alam akan memanggil kembali hujan untuk mengguyur setiap kekeringan rimba? Lalu siapa yang akan menerima Nada-Nada Alam yang telah menjelma menjadi kepingan cahaya di ufuk timur? Nada-nada akan tetap sama, ia hanya melewati dan membiarkan alunan memperbaiki semuanya di kehidupan Alam. Dan apakah ia masih terhening di Alam? Ia masih menunggu Alam menceritakan kembali tentang cahaya di ufuk timur?
Apakah Sore sudah mencoba menjawab hujan di lembayung senja? Tidak, itu hanya terjadi sebentar ketika Sore membuka ketukan nada yang tersireat di senja. Sore, bukankah malam menyaksikan alam dan bukankah ada warna nada yang hilang dari penglihtan alam? Tidak. Sore akan terus bergumam tentang semua pertanyaan itu.  Itu berbeda dengan sepi yang menyendiri di antara kehiruk pikukan kehidupan alam. Dan apakah cahaya iitu juga akan pergi dari Alam? Tidak atau Ya. Itu akan menjadi jelas jika Sore memperbaiki keadaaan nada di Alam. Bukan itu semua yang akan diceritakan Sore kepada Alam. Ia hanya meminta untuk menunggu dan memberi warna pada Alam.  Sore hanya tertunduk. Lalu siapakah selanjutnya yang akan berbicara mengenai khatulistwa dan mengenai pertemuan atara malam dan sore?  Bukankah tinggal warna nad yang tertinggal di ufuk barat? Tidak, ada angina yang akan membawa nada kembali menjadi bagian Alam. Ia hanya perlu mengikuti setiap ketukan yang selalu membahana di setiap gelombang angina. Itu seperti mimpi untuk membuktikkan kembali kekuatan nada yang menyatukan di penghujung waktu. Hilang. Mungkin tidak. Ia hanya sebentar saja untuk singgah di kehidupan awan. Ia hanya perlu mencari setiap alunan gita di sela-sela awan dan membuat ia kembali menyadari kejadian di khatulistiwa alam. 
Malam hanya diam menyudut dan bergumam, apakah nada akan tetap seperti itu?  Lalu Alam kembali menuturkan tentang khatulistiwa. Lihatlah bagaimana semua menyatu di Alam. Lihatlah bagaimana waktu akan menyambut nada. Ia akan menerima semua alunan andda gita kembali membuka setiap sudut waktu. Bukankah itu semua akan tiada? Tidak. Sore hanya bergurau dan ia hanya akan diam di pelataraan malam.
Sore, bukankah pagi akan segera datang? Pagi akan membawa alunan alam bergeming lama di kehidupan khatulistiwa. Pagi juga akan menarik setiap ketakutan akan malam? Tetapi bukankah Pagi juga akan bercerita tentang hari? Tidak. Hari juga akan menghilang dari malam. Ia hanya terdiam bukan takut akan semua nada tetapi ia hanya menunggu warna nada yang bisa mencari sepi di kahtulistiwa alam. Tidak, Sore. Itu semua bukan pertanyaan. Itu adalah jawaban. Jawaban yang hanya datang, diam, dan pergi.  Terakhir, Hujan akan menghapus semua nada dan cerita.  Cerita Alam selalu memukau dan semuanya tadi akan sama di pelataran hujan. Iya, hanya Nada yang akan berhenti menggema Alam.

Sebuah pertanyaan, satu pengertian. 



-Bandung. Intan Sari, 11 November 2017, revisi 31 Agustus 2018. Cerita Sore-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serendipity

   Before the moonshine came out to announce the day will be clear with shining stars, the sun has been informed to the sky do not move thos...