Rabu, 08 Desember 2021

Sore (bagian 6)


 

Hai, Sore. Sudah lama aku tak menyapamu dengan penuh tatap. Aku hanya sering mendengar ceritamu yang kau lukiskan pada ujung hari. Sore, sekarang waktumu belum muncul. Aku menyapamu lebih dulu. Aku banyak menuliskan lagu yang berceloteh tentangmu. Tentunya kusisipkan juga cerita alam, malam, dan siang, diiringi dengan alunan nada dalam waktu. Sore, mungkin saat ini kau berada di ufuk barat, menunggu pagi dan siang berlalu. Sore, waktu yang kau punya tidak lama, sesaat sebelum berakhir  dengan terbenamnya waktu. Itulah sapaan pertamaku padamu Sore.

Sore masih saja sama, ia belum terbangun dari tidur panjangnya. Ia hanya bisa bertemu dan menyapa siang di penghujung waktu tetapi untuk menyapa pagi, ia tak bisa melewati batasan garis alam terhadapnya. Sekeras apapun Sore mencoba, ia tak akan pernah bertemu pagi karena mereka berada pada takdir waktu masing-masing. Keinginan menyapa bagi mereka tak akan diizinkan oleh alam. Itulah takdir mereka. 

Sore, aku ingin bercerita tentang waktu yang telah kutemui di setiap perjalanan alam. Setiap detik yang menghampiriku, ku bergumam andai waktukku berhenti, mungkin aku tak akan pernah merasakan kesempatan yang diberikan alam untuk melihat jauh bagaimana aku berjalan. Sore, perjalanan waktu yang ditentukan sedang berlangsung melaju dengan arahannya. Inilah cerita yang ingin kusampaikan padamu Sore. Aku teringat setiap pertanyaan yang aku lontarkan padamu Sore tentang alam dan waktu, tentang bagaimana aku hanya bisa berdiam di setiap rumitnya waktu yang tak pernah berhenti dan hening mulai datang kepadaku. Jawabannya tak kutemukan dengan cepat namun lambat laun aku tak menyadari jawabannya ada pada diriku. Dalam perjalanan waktu, sedikit sekali, aku bisa mengartikan semua tanda-tanda yang mengelilingimu Sore, aku mulai bergumam lagi, secepat inikah aku tak menyadari keberadaanku sendiri di tengah melesatnya waktu. Ini hanya imajinasi, pikirku. Setiap jalan yang aku lalui menuju waktu dan jawaban, menguras seluruh emosi dan pikiran. Sore, itu layaknya roller coaster, melaju dan berputar mengelilingi lintasan dan membuat arah yang terus berkelok naik turun dalam hitungan waktu. Itu pun tak seperti roller coaster yang dibayangkan akan melaju secepat cahaya untuk sampai di tujuan waktu. Kadang, ia hanya diam di tengah keramaian waktu yang terhenti saat seluruh emosi terperangkap dalam gemuruh pikiran. Sore, aku belum bisa menemukan jawaban yang tepat saat waktu bersamaku. Sore terdiam dengan dentingan waktu yang jatuh di pangkuannya karena sore sendiri berada di antara alur siang dan malam. Bagaimanapun waktu sore tidak begitu lama dan kesempatan untuk bercerita pada sore tidak selama saat pagi dan siang begitu juga dengan malam. Inilah kesempatanku untuk menyapamu Sore, mengemukakan sedikit demi sedikit emosi yang terkurung dalam perjalanan waktu hingga saat ini. Sore tak seperti malam dan siang, sore mendengarkan semua alunan cerita yang dituliskan. Setiap serat warna sore memberi celah tentang pelangi hidup yang sebentar dan aku terdiam.

Sudahkah bercerita kepada malam tentang waktu dan jawaban? Pelangi hidup memberikan banyak warna, mungkin saja malam akan memberikan pandangan berbeda terhadap emosi yang dituliskan. mungkin saja, warna pertama dalam malam tak selalu dengan hitam, mungkin saja warna jingga di tepian bercampur dengan terangnya kuning di ujung lembanyung senja. Secercah apapun jalanan waktu yang ada, kau harus menyadarinya bahwa warna itu akan bercampur baur dan menghasilkan sejuta warna pelangi hidup yang tak pernah kau bayangkan. Atau jawaban itu yang harus kau buktikan sendiri keberadaannya, berjalan saja tak cukup, coba saja dengan berlari setekad dirimu menghembuskan napas agar kau bertahan terhadap dalamnya lautan dan derasnya hujan. Oh mungkin, hujan pun bisa menjadi jawaban dan arah yang menghapuskan seluruh lembayung hitam di sudut penglihatanmu. Saat hujan ada, kau harus peka terhadap jawaban arah dan warna yang disiratkannya dalam bentuk alunan nada. Mungkin akan sebentar dan mungkin akan sangat lama Dengarkanlah setiap nada gita yang timbul ketika rintikan itu semakin membesar dan bertubrukan dengan kerasnya bumi. Saat itu kau tak boleh berhenti dan menatap kosong. Itulah saat yang tepat untuk mendengar jawabannya.


Bandung, 8 Desember 2021. Intan Sari. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serendipity

   Before the moonshine came out to announce the day will be clear with shining stars, the sun has been informed to the sky do not move thos...