Alunan warna jingga bermain di ujung senja, menyiratkan waktu terang telah berakhir dan mengumuman kedatangan biru kelam untuk memasuki nirwana langit. Semburat pancaran jingga bersatu dengan abu-abu yang menambahkan kesan merah di setiap lapisan langit, membuat semua pandangan menjadi lebih merah membara namun tetap syahdu di akhir pandangan. Jingga yang menggoreskan dirinya dengan kuning membentuk bait warna disetiap arah menandakan antari akan pergi. Bukan antari yang pergi namun puntala yang mulai berjalan dan mempersiapkan bagian dirinya yang lain untuk menerima sinar terang antari. Di bagian lain itu kan membuat keredaman warna terlihat jelas untuk memberikan ketenangan di nirwana langit yang lelah. Di bagian lain itu menjadi awal untuk memulai perjalanan dengan arahan warna kuning dari langit. Tak bisa dipungkiri bahwa alam nirwana terus bergerak seperti ini dan setiap ruh bertambah dan berkurang di setiap hitungan detik. Semburat warna merah yang jelas telah menghiasi langkah kaki setiap hiruk pikuk yang terjadi di antara waktu. Kilauan nirwana bisa saja mengaburkan semua ketulusan ruh di alam jiwa, membuat semua hidup berlari cepat untuk merasakan kilauanya. Rumah semua kehidupan di nirwana fatamorgana.
Cerita
lentera langit mulai bergema di arus napas yang telah berubah menjadi aliran
udara biasa. Warna yang hanya sementara singgah di tepian waktu dan membuka
kedaalaman suara yang akan berkumandang di alam nirwana. Cahaya yang mulai
tumbuh di balik kegelapan langit berseri, menapaki jalan alur. Mari ulai
mengasah cerita sebenarnya.
Baiklah,
ini bukan soal waktu tapi soal seberapa indahnya semburat warna yang menghiasi
langit sore seakan berbicara bahwa di setiap sudut mempunyai keindahan yang
bisa diartikan dari berbagai macam pandangan. Warna-warna kemerahan yang
dicampur dengan warna jingga yang menutupi sedikit kelabu dan gelap biru yang
belum menghitam ditambah dengan barisan awan putih yang siap ikut melebur
dalam ramainya warna di kala senja itu. Mereka siap mengantarkan matahari untuk
berjalan di bagian lain dan bertemu dengan berbagai kehidupan lainnya di alam
bumi.
Ini
juga bukan cerita soal warna yang bercampur dengan terangnya sinar matahari,
ini adalah cerita tentang harapan yang pernah terkubur sementara di pusat ruh
yang berkelana. Hai, mari kita coba berpikir sejenak tentang semuanya,
men-setting ulang semua program di otak dan menjalankan sistem baru untuk
dimulai. Ini bukan berarti cerita ini akan tersambung dari cerita sebelumnya.
Lagi-lagi ini soal lentera langit, kehidupan yang terang dari sebagian waktu
yang diberikan. Kehidupan yang melukiskan keadaan sesungguhnya bahwa tak
selamanya akan bahagia dan akan sedih. Itu semua tergantung bagaimana cara
memandang kedatangan dan kepergian yang berlalu dengan cepat. Tidak, ini juga
bukan cerita tentang harapan kosong mengenai lentera langit. Ini hanyalah
perjalanan kata-kata yang berbaris mengikuti irama waktu.
Cahaya
bisa jadi adalah ketakutan yang sebenarnya tersimpan tetapi tidak disadari.
Ketakutan akan perubahan dan menerangi semu jalan dan semua kebimbangan untuk
melangkah karena sangat memiliki pancaran warna kuning bening yang sangat
menyilaukan. Bagaiman akan memandang cahaya yang begitu menyilaukan dan membuat
semua mata menjadi tertutup. Mellihat semua jalan-jalan yang disinari itu
sirna, tak ada yang bisa bertugas menuntunnya di jalan yang tepat. Kegelapan
bisa jadi adalah keberanian yang terpendam yang disadari itu seharusnya membuat
ketakutan bertambah. Namun, kegelapan itu sejenak memberi ketenangan, menutup
sinar yang terlalu terang di jalan mimpi dan mengarahkan kepada hanya ada satu jalan yang
benar-benar bisa dilewati dan menutup akses jalan yang membutakan mata hati
dengan semua sinarnya yang sementara. Bisa jadi kegelapan adalah sumber cahaya
sesungguhnya untuk hati yang terlalu mendambakan kehidupan berkilau bahwa tak
selamnya sinar terang itu akan menyala, ia akan redup dan kegelapan
mengingatkan pada kesendirian dan ketenangan mengenai jati diri sebenarnya di
alam jati diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar