Sabtu, 28 Juni 2014

Awal (1)



Aku mengengar suara mengendus di sebelah kamarku, aku tak mengerti kenapa aku bisa mendengar padahal disini tak ada siapa-siapa. Itu hanya pikiranku saja, mungkinkah itu cuma desahan napasku yang tersengal karena aku bersembunyi disini. Aku tak yakin jika mereka mengejarku dan ingin menangkapku. Tidak, aku salah ada orang lain disini yang aku tak tau posisinya dimana sekarang. Aku meraba tempatku bersembunyi karena disini gelap sekali, aku belum menemukan sesuatu apapun untuk penerangan. Aku ingat, aku menyimpan sesuatu di saku celanaku dan aku harap itu masih di saku celanaku. Aku mendapatkannya senter korek api yang aku gunakan kemarin untuk melarikan diri.
Aku mulai untuk melihat sekelilingku dengan cahaya yang ku punya. Tak ada apa-apa, hanya tumpukan drum-drum kosong yang berantakan dan sesekali tikus-tikus berkeliaran. Aku berdiri dan mulai menyusuri ruang gelap yang ada di hadapanku. Tak ada jendela disini, hanya sebuah pintu dengan ukuran dua kali pintu rumah biasa. Aku mendongak melihat tulisan diatasnya. Tulisan itu tak terbaca olehku karena tulisan itu sedikit mulai runtuh. Mungkinkah tempat ini…, tidak aku tak boleh mengingatnya lagi. Aku hanya ingin keluar, begitu saja. Aku mencoba mengingat lagi namun tak pasti karena aku masih belum terlalu sehat untuk mengingat tentang tulisan itu. Peristiwa itu bermula saat aku..
“Ledakan- ledakan “, teriak salah seorang penjaga di depan rumahku. Aku berlari menyusuri koridor rumahku yang terbilang aneh. Rumahku terlalu banyak koridor dan kamar yang bergaya adat jawa dengan sentuhan modern kelasik. Aku tak perlu memusingkannya karena aku sudah hapal koridor dan kamar yang ada di rumah ini. Aku masih menyusuri koridor dan tujuanku bukan ke arah penjaga melainkan ke salah satu kamar yang selama ini steril dari siapapun kecuali aku. Tempat khusus yang aku minta kepada kakekku untuk aku. Aku harap masih ada disana aku menyembunyikannya. Aku membuka pintu yang beratnya kurang lebih sepuluh kilogram yang memang dirancang seperti itu sesuai permintaanku. Ruangan yang berukuran 10 x 10 meter ini masih bersih dan tampak seperti biasanya rangkaian bunga masih bergelantungan di langit-langit atap. Aku mencium sesuatu yang tak biasa dari ruang khususku. Aromanya begitu kental seperti susu yang dicampur dengan aroma buah anggur dan sedikit aroma hidup. Aku mendesah, sebelumnya tak ada yang boleh masuk ke ruang khusuku ini. Aku tak boleh berlama-lama, aku harus segera menemukannya. Hanya itu.
Kegelisahanku ini benar-benar aneh dan hamper membuatku kehilangan fokusku. Aku mulai mencari dengan membuka satu-satu lemari besi yang terletak di sekeliling ruangan ini. Tidak ada. Tidak aku tak menemukannya. Aku  mencoba mengingatnya dimana terakhir aku meninggalkannya. Disana, aku menguburnya disana, dibalik tirai ruangan ini. Aku mulai membongkar satu persatu papan ubin. Papan ubin ini lebih mudah dibongkar pasang jika aku menekannya. Orang lain tak pernah tahu jika melihat papan ubin ini karena jika dilihat dari atas papan ini kelihatan seperti papan besi yang sulit untuk dibongkar pasang.
Baguslah, papan itu terbuka. Aku tak perlu susah mencarinya lagi karena aku yakin hal terpenting dalam hidupku berada. Aku menatapnya. Semoga tak ada orang yang mengetahuinya selain diriku saja. Aku mengambilnya dari bawah papan ubin dan menutup lagi dengan cara menginjak papan ubin itu. Inilah saatnya bagiku. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serendipity

   Before the moonshine came out to announce the day will be clear with shining stars, the sun has been informed to the sky do not move thos...