Haa akhir-akhir ini di daerah
JABODETABEK banyak kasus “BEGAL” , aku sendiri masih asing dengan kata “Begal”
dan semakin mengerikan . Kami Mahassiswa dihimbau untuk tidak pulang terlalu
malam. Padahal beberarapa minggu kemarin, aku sering pulang malam dan aku
pernah lihat sendiri komplotan atau geng motor di depan kosanku tetapi tidak
membahayakan karena aku langsung lari panik masuk kosan. Sebelumnya pun aku sering pulang malam bahkan
dengan naik angkot tapi itu aku bersama dengan Dea yang menurutku lebih aman
pulang berdua daripada sendirian biasanya sehabis latihan Kampung Musi.
Sekarang Kampung Musi itu telah selesai dilaksanakan dan tak ada latihan lagi.
Aku rindu dengan masa-masa latihan seperti itu walaupun latihannya sampai malam
banget.
Kampung
Musi kemarin yang diadakan tanggal 28 Februari 2015 di Dago Tea House
benar-benar menyedot perhatianku. Bagiamana tidak, aku terpana melihat kemampuan
bermain peran para pemainnya dan juga alur ceritanya terutama sih bagian Tari
kontemporer dan tari-tari lainnya yang begitu apik. Ada perasaan lega dan
senang ketika teman-teman Kampung Musi berhasil membawakan drama musical dan
tarian dengan indah. Sekarang pun aku masih merasakan perasaan senang itu dan
ketika aku diwawancarai oleh Anto untuk Kantor berita ITB, aku menceritakannnya
dengan antusias dan tak ingin melewatkannya sedikit pun. Sayangnya aku tidak
mendokumentasikan keseluruhan rangkaian acara Kampung Musi karena aku juga ikut
andil sebagai penari Gending Sriwijaya bersama Kak Ayi (pembawa tepak), Kak
Zunda, Riri, Evi, Tata, Kak Tia, Deanawati, Kak Lia.

Kampung
Musi kali ini mengangkat Tema Putri Pinang Masak, yang sebagai pemeran utama adalah
Dea Yulistia. Aku suka totalitasnya dalam memainkan peran sebagai Putri Pinang
Masak bagaimana juga dia pernah Juara 2 Pemeran Wanita Terbaik Nasional. Dulu
MUSI ITB ’13 juga memainkan pagelaran mini berjudul Putri Pinang Masak, aktris
utamanya Deanawati(Desain Interior’13), perannya juga sungguh menghibur dan
bagus. Lawan mainnya yang jadi Sesungging adalah Afif Darmawan, tentunya yang
jadi sunan adalah Teddy(TM’13). Ada yang menarik dengan para pemain Putri
Pinang Masak di Kampoeng MUSI 2015 karena dimainkan oleh kakak beradik. Peran sunan diambil
oleh Setyaki Sholata Sya(2010) dan adiknya Genting Sholata Sya (2014).

Tiga
tahun berturut-turut Kampung Musi (2013, 2014, 2015) akhir ceritanya selalu sad
ending dengan kematian. Tahun 2013 mengankat tema Legenda Pulau Kemarau yang
juga berakhir dengan Kematian. Begitu juga dengan 2014 mengangkat tema Legenda
Perahu Bidar yang berakhir sang putri membelah menjadi dua. Kira-kira tahun
depan pakah sad ending atau happy ending tetapi menurut beberapa orang MUSI ITB
, akhir cerita dengan sad ending lebih mendrama dibandingkan dengan happy
ending yang sudah lumrah terjadi. Aku akan menunggu tema Kampung Musi tahun
depan.
Ceritanya
memang sedikit menyesuaikan tetapi tak ada yang merubah cerita aslinya. Awalnya
cerita ini mengisahkan seorang Putri yang berparas cantik yan selalu dikejar
oleh Laki-laki karena ingin memilikinya. Putri pun selalu berpindah-pindah
karena ia selalu dikejar-kejar dan sampailah ia di Sumatera bagian Selatan. Di
daerah ini juga, banyak laki-laki yang jatuh hati pada sang Putri tetapi sang
Putri selalu menolak karena mereka semua jatuh hati karena parasnya yang
cantik. Begitu juga dengan Pemuda Sengsungging, ia juga jatuh hati pada Putri
tetapi tidak seperti Laki-laki lain, ia mencintai Sang Putri karena tulus bukan
karena kecantikannya. Awalnya Sang Putri mengira bahwa Sesungging hampir sama
dengan Laki-laki lain tetapi Sesungging membuktikan bahwa ia tulus dengan Sang
Putri.

Kabar tentang seorang Putri cantik pun
terdengar oleh Penguasa di daerah tersebut, Sunan sangat ingin memiliki Sang
Putri walaupun ia telah memiliki banyak istri. Mendengar kabar ini, istri
tertua sunan langsung memberitahu kepada Sang Putri bahwa Putri akan dijadikan
istri selanjutnya dan menyuruh Putri untuk pergi ke tempat yang jauh.
Sayangnya, Sang Putri tidak ingin berpindah-pindah lagi karena ia juga tidak
berapa lama baru pindah ke daerah ini. Ketika Sunan datang, ia begitu terkejut
melihat wajah sang Putri yang berbeda dengan apa yang diceritakan oleh
orang-orang, wajah Sang Putri berubah menjadi buruk rupa. Sebelumnya Sang Putri
mandi dengan Jantung Pisang untuk mengubah parasnya agar Sunan tidak jadi
menjadikannya ia istri.
Lanjut
cerita, Sunan sangat marah dan ingin menghukum sang Puti tetapi datanglah
Sesungging yang menolong Putri maka terjadilah perkelahian antara Sunan dan
Sesungging yang akhirnya Sunan mati dan Sesungging terluka parah. Beberapa
bulan berlalu kesehatan Sang Putri makin menurun karena ia banyak memakan
sumpahan laki-laki yang ia tolak. Para dayang pun sangat sedih dengan hal ini
begitu juga dengan Sesungging, ia sangat khawatir dengan Sang Putri. Tetapi
apadaya, Putri pun menghembuskan nafas yang terakhir sebelum ia menghembuskan
nafas yang terakhir, ia bersumpah bahwa tak ada wanita yang menajdi cantik di
desa ini agar penduduknya damai dan tentram.
Begitulah akhir ceritanya. Dari cerita
ini memberi pesan moral jika kecantikan bukan keseluruhan untuk mendapatkan
kebahagiaan tetapi hati yang tuluslah yang menjadi kunci kebahagiaan.
Untuk para pemain, saya berterimakasih
banyak atas totalitasnya dalam pagelaran kali ini. Terima kasih juga telah
memperkenalkan budaya Sumatera Selatan ini khususnya di Bandung.